Koranaspirasi.com | Bandar Lampung – Mantan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menghadiri panggilan Kejati Lampung sebagai saksi. Ia tersandung dalam perkara korupsi pengelolaan dana participating interest 10% (PI 10%) pada wilayah kerja Offshore South East Sumatera (WK OSES).Kamis, 18 Desember 2025 sore.
Sebelumnya, Arinal dua kali mangkir dari pemeriksaan dengan alasan sakit. Surat panggilan pertama terkirimkan Kejati Lampung pada 11 Desember 2025, dan surat panggilan kedua pada 15 Desember 2025.
“Ada pemeriksaan. Lagi diperiksa,” ujar Kasipenkum Kejati Lampung, Ricky Ramadhan, Kamis, 18 Desember 2025.
Dalam perkara ini, Kejati Lampung Tetapakan 3 orang sebagai tersangka yakni M. Hermawan Eriadi selaku Direktur Utama PT. Lampung Energi Berjaya. Kemudian Budi Kurniawan selaku Direktur Operasional PT. Lampung Energi Berjaya. Lalu Heri Wardoyo selaku Komisaris PT. Lampung Energi Berjaya. Ketiganya resmi tertahan sejak 22 September 2025 malam.
Modus Operandi para tersangka yakni, saat PT Lampung Energi Berjaya menerima dana participating interest Sebesar US$ 17.286.000. Uang tersebut tidak dikelola sesuai dengan core business dalam kegiatan Migas. Melainkan digunakan untuk pembayaran gaji, bonus dan taritiem pegawai PT Lampung Energi Berjaya.
Dalam perkara ini, negara rugi sekitar Rp. 200 miliar, berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP Provinsi Lampung Nomor: PE.03.03/S-919/PW08/5/2025 tanggal 29 Agustus 2025.
Kemudian Kejati Lampung telah melakukan upaya pemulihan kerugian negara sebesar Rp. 122, 58 miliar. Dari korupsi terhadap pengelolaan dana Participating Interest 10% (PI 10%) pada wilayah kerja Offshore South East Sumatera (WK OSES). Dana tersebut senilai US$ 17.286.000 pada anak usaha PT. Lampung Jaya Usaha (LJU) yakni PT. Lampung Energi Berjaya (LEB).
Selanjutnya Kejati juga sudah menyita sejumlah aset dari rumah mantan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dengan nominal Rp. 38,588 miliar, pada 3 September 2025. Rinciannya ada 7 mobil dengan nilai 3.5 miliar, 656 gram emas batangan dengan nominal Rp. 1.291 miliar.
Lalu uang tunai jenis rupiah dan asing dengan nilai Rp. 1.356 miliar. Kemudian deposito beberapa bank Rp. 4.4 miliar, dan 29 sertifikat tanah dan bangunan dengan nilai Rp. 28 miliar, pada 3 September 2025.
(*)













